BAB III
ANALISA
LINGKUNGAN
Salah satu langkah awal dalam membuat
strategi pemasaran yang baik, perusahaan perlu terlebih dulu mendefisinikan
pasar yang ingin dibidik melalui serangkaian kegiatan yang lazim di sebut STP
atau Segmenting, Targeting dan Positioning.
Segmenting (Segmentasi Pasar)
Segmentasi Pasar merupakan suatu usaha
untuk melakukan pemetaan dan pengelompokan terhadap konsumen perusahaan yang
dapat diidentifikasikan dengan keinginan, daya beli, lokasi geografis, perilaku
pembelian dan kebiasaan pembelian yang serupa.
Mengenai segmentasi, Kasali mengatakan:
“ Segmentasi
adalah suatu proses mengkotak-kotakkan pasar (yang heterogen) ke dalam
kelompok-kelompok “potensial customer” yang memiliki kesamaan kebutuhan
dan/atau kesamaan karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan
uangnya.”
Segmentasi ditujukan agar perusahaan dapat melayani konsumen dengan lebih baik dan memperbaiki posisi kompetitif perusahaan. Keuntungan dari melakukan segmentasi adalah:
1. Mendesain
produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar.
2. Menganalisa pasar, segmentasi membantu mendeteksi siapa
saja yang akan menggerogoti pasar produknya. Perusahaan tidak hanya harus
berhati-hati terhadap peroduk yang sama yang dihasilkan oleh perusahaan pesaing
tetapi juga terhadap alternatif produk atau produk substitusi.
3. Menemukan peluang pasar (niche). Dengan mengetahui peta
pasar, perusahaan dapat mengetahui segmen pasar mana yang belum di garap dan
dapat merencanakan produk serta strategi pemasaran yang sesuai dengan segmen
tersebut.
4. Menguasai
posisi yang superior dan kompetitif.
5. Menemukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien
Segmentasi pasar dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu
:
1. Segmentasi Geografis
Pembagian
pasar dibagi menurut daerah unit geografisnya, dimana unit geografis tersebut
dapat terdiri dari : wilayah, ukuran kota,
kepadatan dan iklim.
2. Segmentasi Demografis
Pembagian
pasar menurut variabel – variabel
demografis seperti : kelompok usia, ukuran keluarga , siklus hidup keluarga,
jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi,
kewarganegaraan dan kelas sosial.
3. Segmentasi Psikografis
Pembagian pasar menurut gaya hidup dan kepribadian manusia. Gaya hidup itu sendiri mencerminkan bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya yang dinyatakan dalam aktivitas-aktivitas, minat dan opininya –opininya.
Pembagian
pasar menurut kejadian, manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status
kesetiaan, tahap kesiapan pembeli, sikap terhadap produk
Targeting
Setelah menentukan segmen pasar, langkah
selanjutnya yang perlu dilakukan perusahaan
adalah targeting yaitu menetapkan target pasar untuk produk yang
dihasilkan, yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang menjadi fokus dari
kegiatan-kegiatan pemasaran
§ Targeting disebut juga selecting, karena pemasar harus memiliki keberanian untuk
memfokuskan kegiatannya pada beberapa bagian pasar saja dan meninggalkan bagian
pasar lainnya yang mungkin masih potensial untuk digarap.
Untuk menentukan target market,
diperlukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi (Dalrymple & Parsons,
1995), yaitu:
§
Terdapat
sekelompok konsumen yang mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama.
§
Segmen
yang dituju harus dapat diukur daya belinya,
§
Segmen
harus terjangkau dan dilayani secara efektif dan optimal, baik melalui promosi
maupun distribusinya,
§
Segmen
sasaran harus lebih responsif dan berbeda terhadap program pemasaran yang
dijalankan dibandingkan segmen lain secara keseluruhan di pasar,
§
Besarnya
segmen sebaiknya benar-benar dapat memberikan keuntungan.
Terdapat 6 (enam) kriteria yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan target market yang optimal (Kasali, 1999), yaitu:
b. Daya
beli dan kesediaan membeli (willingness of purchase) memadai
c. Berbeda dengan segmen lain (distinguishable)
d. Ada tidaknya pesaing lain yang menguasai segmen
tersebut
e. Pasar dapat dijangkau media
f. Sumber daya memadai
Penentuan
posisi dimulai dari suatu produk, barang atau jasa : sebuah perusahaan, sebuah
instansi, atau bahkan seseorang. Namun penetuan posisi bukanlah apa yang
dilakukan perusahaan terhadap produk melainkan terhadap pikiran prospek (calon
konsumen). Dengan kata lain, perusahaan menempatkan produk didalam pikiran
prospek. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Al Ries dan Jack Trout, pencetus
ide positioning dalam bukunya
Mengatur Posisi bahwa :
“ Positioning bukanlah
apa yang Anda lakukan terhadap produk tetapi apa yang Anda lakukan terhadap pikiran “
Penentuan posisi menyangkut masalah
citra ,yaitu : bagaimana membentuk citra
tersendiri dalam
pikiran prospek terhadap perusahaan, produk atau jasa yang
dihasilkan oleh
perusahaan tersebut. Menurut Philip Kotler, penentuan posisi
dapat didefinisikan
sebagai berikut :
“ Penentuan posisi adalah cara merancang
penawaran dan citra perusahaan sehingga menempati tempat khusus dan dihargai
dalam benak pelanggannya”
Sedangkan definisi penentuan posisi
menurut Rhenald Kasali dinyatakan sebagai berikut :
“ Positioning adalah suatu proses atau upaya untuk menempatkan sutau
produk, merek, perusahaan, individu atau apa saja yang ada dalam pikiran mereka
yang dianggap sebagai sasaran atau konsumennya. Upaya ini dianggap perlu karena
situasi masyarakat yang sudah over
communicated”
Perkembangan
teknologi informasi yang sangat pesat membuat masyarakat menjadi over-communcated. Majalah, misalnya,
yang dulu hanya dikenal majalah politik dan ekonomi menjadi lebih spesialis
antara lain majalah hukum, politik, manajemen, golf, tennis, komputer –
hardware, komputer software, linux, majalah kebugaran, majalah kesehatan dan
berbagai varian lainnya. Stasiun TV juga terus berkembang, dari 3 stasiun TV
(TVRI, RCTI dan TPI) hingga menjadi 10 stasiun TV yang ada sekarang, belum
termasuk stasiun TV daerah.
Belum
lagi perkembangan ponsel yang dulu masih menjadi barang mewah, sekarang dengan
ringannya digunakan bahkan oleh pelajar SD atau bahkan supir dan pembantu rumah
tangga.
Dengan
membanjirnya media komunikasi ini, artinya, kini masyarakat menjadi semakin
mudah untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan dan informasi tersebut dapat
di personalized. Disisi lain, produsen dapat membanjiri persepsi
konsumen dengan berbagai informasi penawaran produk dan mengepungnya melalui
berbagai media massa.
Akibatnya,
persaingan untuk memperebutkan posisi di persepsi konsumen menjadi semakin
sulit karena pesaing berlomba – lomba untuk menjadi merek yang paling diingat
untuk pengambilan keputusan pembelian.
Menurut Acker ada beberapa
cara untuk melakukan strategi positioning
yang baik. Strategi ini dapat diterapkan melalui :
1.
Penonjolan Karakteristik Produk
Cara yang
paling sering dilakukan adalah menghubungkan suatu objek dengan karakter produk
atau customer benefit.
Disini
seseorang pengiklan harus memilih satu diantara sekian unsur/atribut produk
yang dapat ditonjolkan . Misalnya Handphone Nokia menonjolkan fitur-fitur yang user friendly atau Volvo dengan atribut
keamanan. Pada kesempatan lain, penentuan posisi dapat menonjolkan dua atau
lebih atribut, seperti pada iklan pasta gigi (menonjolkan posisi untuk mencegah
karang gigi, menyehatkan gusi dan menyegarkan bau mulut). Karakteristik produk
sendiri dapat dibagi menurut beberapa kriteria :
a. Karakteristik Fisik
Penonjolan karakteristik ini meliputi sifat-sifat fisik
suatu produk, seperti suhu, warna, ketebalan, kehalusan, jarak, harga,
kekenyalan, berat, kekuatan dan sejenisnya.
b. Karakteristik Fisik Semu
Karakteristik ini tidak dapat diukur atau dilihat dengan
jelas seperti karakteristik diatas. Meliputi sifat-sifat yang bertalian dengan
rasa, selera, bau (keharuman ), simbol-simbol, pelayanan, dan sebagainya.
c. Keuntungan Konsumen
Keuntungan ini mengacu pada keuntungan yang bisa diperoleh
atau dapat dinikmati oleh calon pembeli. Misalnya tidak berbahaya bagi kulit,
aman bagi anak-anak dan sebagainya. Atribut ini juga sering dii anggap sebagai
keuntungan ekstra/tambahan.
2. Penonjolan
Harga dan Mutu
Harga dan mutu adalah dua unsur yang terpisah namun
dipersepsikan sama oleh konsumen. Harga yang tinggi dianggap sebagai produk
yang berkualitas tinggi, dan sebaliknya harga yang rendah dianggap produk yang
berkualitas rendah. Konsumen berpendapat bahwa untuk memproduksi produk yang
bermutu, produsen pasti membutuhkan dana yang besar untuk menyeleksi bahan
baku, kebutuhan akan mesin yang canggih dan memberikan sentuhan-sentuhan
khusus. Sebaliknya produk yang murah mencerminkan pembuatan yang asal jadi
dengan kualitas bahan yang murah.
Namun Theodore Levitt , seorang profesor pemasaran,
berpendapat bahwa sebuah perusahaan yang memungkinkan untuk memproduksi sebuah
produk atau jasa yang harganya murah dengan kualitas yang tinggi, akan dapat
diterima oleh pasar manapun walaupun produk tersebut dikategorikan standar.
Asumsinya adalah perusahaan tersebut telah mencapai skala ekonomisnya. Berikut
kutipan bukunya :
“ …. dengan
perhatian yang terjaga terhadap kesesuaian, jika Anda menekan biaya dan harga
serendah mungkin serta meningkatkan mutu dan reliabilitas dalam segala hal,
dimanapun di dunia ini pelanggan akan memilih produk generik standar dunia
Anda, tak peduli hasil riset pasar konvensional dan bahkan hasil observasi
biasa, mungkin mengatakan adanya perbedaan selera, preferensi, kebutuhan serta
institusi nasional dan internasional.”
Dalam konsep positioning, produk yang harganya tinggi perlu
diimbangi dengan adanya bagian Riset dan Pengembangan untuk meningkatkan mutu
produk secara optimal dan kompetitif. Tanpa upaya itu posisi yang telah dicapai
hanya bersifat jangka pendek dan dengan
mudah dapat digeser oleh pesaing.
Contoh produk yang mempunyai harga tinggi dan konsumen mau membayar lebih untuk produk
tsb seperti Rolex dan Merzedez Benz.
Produk – produk tersebut selain mempunyai kualitas yang tinggi juga mengandung
gengsi bagi pemakainya.
Untuk sebagian produk,
dengan karakteristik yang sama dapat dipersepsikan berbeda dengan strategi
harga yang lebih tinggi (premium). Sebagai contoh : air mineral EQUIL misalnya,
dengan harga yang jauh lebih tinggi, distribusi yang hanya ada di hotel dan
tempat – tempat ekslusif serta packaging yang unik dianggap lebih prestige
dibanding AQUA atau ADES.
3. Penonjolan Penggunaannya
Cara lain untuk mengkomunikasikan citra adalah mengaitkannya
dengan penggunaannya . Misalnya : suatu obat diposisikan untuk menghilangkan
rasa sakit. Saat ini obat batuk pun telah menjadi lebih spesifik dimana ada
obat untuk batuk berdahak, batuk tak berdahak batuk karena alergi atau batuk
yang menyertai flu.
4. Positioning
menurut Pemakainya
Pendekatan lain adalah mengaitkan porduk dengan pemakainya. Beberapa produk diposisikan dipakai oleh bintang-bintang terkenal untuk membentuk citra pada konsumen pemakainya bahwa jika mereka menggunakan produk tersebut mereka sejajar dengan para bintang tersebut sekaligus untuk memudahkan konsumen dalam mengenali produk. Produk Citibank Y Card, misalnya, diposisikan untuk digunakan oleh para yuppies dan clubbers yang suka berkumpul dengan teman – teman dan menikmati gaya hidup hedonis yang sering diidentikkan dengan “kaum gaul”.
5. Positioning
menurut Kelas Produk
Beberapa
produk tertentu yang terjepit perlu melakukan keputusan positioning yang
kritiis dengan mengaitkannya pada kelas yang bersangkutan.
Contohnya : 7 UP diposisikan sebagai
minuman ringan bukan cola (The uncola), untuk mengatasi persaingan dalam
kelas Cola seperti Coca Cola dan Pepsi Cola.
6. Positioning
dengan menggunakan Simbol-Simbol Budaya
Banyak
pengiklan yang menggunakan simbol-simbol budaya untuk menciptakan citra yang
berbeda dimata calon konsumen terhadap produk para pesaing. Strategi ini
terutama mengupayakan identifikasi atas sejumlah simbol yang memiliki arti
penting bagi calon konsumen yang tidak digunakan dan ditonjolkan oleh pesaing.
Contoh : rokok Djarum 76 yang menonjolkan cita rasa budaya Indonesia yang khas
dalam setiap komunikasinya, Sampoerna Hijau dengan budaya kebersamaan dan
persahabatan atau Malboro dengan penonjolan budaya barat dengan icon koboinya
sementara produk lain lebih menonjolkan maskulinitas dengan cara yang berbeda
(seperti Gudang Garam, contohnya).
7. Positioning Langsung terhadap Pesaing
Dalam
Kebanyakan strategi positioning, kerangka acuan yang digunakan adalah kedudukan
produsen terhadap para pesaingnya. Ada dua hal yang cukup penting untuk
menjelaskan mengapa acuan terhadap pesaing amat dominan dalam penerapan
strategi ini .
Pertama , pesaing yang telah ada lebih dulu dan bertahun-tahun
hadir ditengah pasar sudah mempunyai citra tertentu. Kedua , ada kalanya tidak terlalu penting untuk mengetahui apa
yang dipikirkan calon konsumen tentang diri seorang produsen. Yang lebih
penting mereka percaya bahwa produsen itu lebih baik, atau setidaknya setingkat
dengan pesaing tertentu. Image yang ingin dicoba dibangun oleh kartu kredit
Mandiri, misalnya, yang ingin menunjukkan tingkatan kelas yang sama dengan
produk Citibank, sebagai pemimpin pasar, melalui penonjolan prestige dan image
berkelas.
Studi
Kasus IMC : BRI Credit Card
Untuk melengkapi varian produk dan
jasa perbankan, BRI ikut menelurkan produk kartu kredit walaupun sudah ada
belasan pesaing yang telah malang
melintang di bisnis tersebut. Hal ini didasarkan pada data yang menunjukkan
bahwa pangsa pasar kartu kredit di Indonesia masih sangat luas dimana jumlah
pemegang kartu saat ini diperkirakan 4,5 hingga 5 juta sedangkan potensinya
sendiri berkisar 15 juta orang lebih, terutama untuk segmen di daerah di luar
Jawa. Selama ini pangsa kartu kredit
terpusat di jawa, dengan mayoritas di Jakarta. Di kota – kota lain, akseptasi kartu kredit
umumnya hanya di urban atau kota
besar karena sebaran mesin EDC untuk gesek kartu kredit umumnya jarang sekali
di daerah tingkat 2 dan kota – kota kecil.
Sebagai pendatang baru, posisi Kartu Kredit BRI kurang diuntungkan.
Image korporatnya yang kental dengan kredit untuk segmen kecil dan menengah dan
sebarannya yang luas di daerah pinggiran, bertolak belakang dengan segmen
pemegang kartu kredit yang umumnya berada di daerah urban. Belum lagi pesaing
baru yang ikut muncul, datangnya dari bank – bank asing seperti RBS dan UOB
Buana yang memberikan prestige lebih. Di
sisi lain, BRI mempunyai kekuatan nama dan cabang yang luas di daerah – daerah.
Dominasi kuat dari 5 pemain besar seperti Citibank, BCA,
BNI, HSBC dan Mandiri dengan berbagai penawaran yang gencar dan eksklusif,
membuat langkah kartu kredit BRI semakin berat. Walaupun BUMN lain seperti BNI
dan Mandiri terbukti mampu menjadi pemain utama, namun dibalik itu membutuhkan
kampanye yang konsisten dan membutuhkan biaya besar. Media yang digunakan antara lain media cetak,
TV, bilboard, radio bahkan SMS yang gencar berisi promo kartu kredit.
Apakah
BRI memiliki peluang untuk menjadi salah satu pemain yang diperhitungkan ?
Tentu saja, apalagi potensi pasarnya masih tergolong besar. Tak mau kalah
dengan pesaing, BRI juga menawarkan berbagai program promosi dan penawaran
seperti Baskin Robin, Blitz Megaplex, berbagai promo resto serta promo di Mal
Artha Gading dan Plaza Semanggi, agar produk mereka dilirik customer. Namun
persepsi yang kuat dari korporasinya serta gencarnya aktifitas pesaing membuat
pertumbuhan kartu kredit BRI relative lambat. Pasar kartu kredit terbesar yang
ada di Jakarta dengan potensi sekitar 40% dari potensi pasar, dipenuhi gempuran
penawaran berbagai bank, membuat customer menjadi tidak loyal dan hal ini
menjadi tantangan berat bagi kartu kredit BRI.
2 komentar:
Artikelnya Baguss....
Strategi STP yang meliputi Segmentasi Targeting, Positioning memberikan acuan bagi perusahaan untuk menentukan arah keberlangsungan sebuah produk.
Sekedar ingin berbagi, barangkali bisa sedikit menambah referensi mengenai Strategi Segmentasi, Targeting dan Positioning
Klik --> Makalah Strategi STP Pada DHL Express
boleh minta referensi buku acuannya kak
Posting Komentar