Pengertian
Evaluasi Kebijakan Publik
Istilah
evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi
beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah
evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian
angka (rating) dan
penilaian (assesment),
kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti
satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan
produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil
kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, karena itu hasil tersebut memberi
sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa
kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang
berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi. ( Cook
dan Schioli)
a. Sifat Evaluasi
Gambaran
utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan-tuntutan yang
bersifat evaluatif. Di sini pertanyaan utamanya bukan mengenai fakta (Apakah
sesuatu ada ?) atau aksi (Apakah yang harus dilakukan ?) tetapi nilai (Berapa
nilainya ?). Karena itu evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang
membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya :
(1) Fokus nilai. Evaluasi
berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau
nilai dari sesuatu kebijakan dan progam. Evaluasi
terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial
kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi
mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan
sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk
mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri (Fracis G. Caro, 1971:2).
(2)
Interdependensi
Fakta-Nilai.
Tuntutan
evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kinerja
kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi
(atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi
sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian,
harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi
dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh
karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
(3) Orientasi
Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan
tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu,
ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah
aksi-aksi dilakukan (ex
post).
Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan
dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
(4) Dualitas
nilai.
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena
mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan
rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya, kesehatan) dapat
dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik
(diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain),
nilai-nilai sering ditata di dalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan
relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
b. Fungsi Evaluasi
Evaluasi
memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.
·
Pertama, dan yang paling penting, evaluasi
memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan,
yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui
tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh
tujuan-tujuan tertentu (misalnya, perbaikan kesehatan) dan target tertentu
(sebagai contoh, 20 persen pengurangan penyakit kronis pada tahun 1990) telah
dicapai.
·
Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap
nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan
mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan
menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan
masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analisis
dapat menguji alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan dan
pegawai negeri, kelompok-kelompok klien) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk
rasionalitas (teknis, ekonomi, legal, sosial, substantif).
·
Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada
aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat member sumbangan
pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukkan
bahwa tujuan dan target perlu didefinisikan ulang. Evaluasi dapat pula
menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan
dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu
dihapus dan diganti dengan yang lain.
c. Kriteria untuk Evaluasi
Kebijakan
Dalam
menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan, analis menggunakan tipe
kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil kebijakan. Perbedaan utama
antara kriteria untuk evaluasi dan kriteria untuk rekomendasi adalah pada waktu
ketika kriteria diterapkan atau diaplikasikan. Kriteria untuk evaluasi
diterapkan secara retrospektif (ex post), sedangkan kriteria untuk
rekomendasi diterapkan secara prospektif (ex ante).
2. Pendekatan terhadap Evaluasi
Evaluasi,
seperti yang kita lihat di atas, mempunyai dua aspek yang saling berhubungan:
penggunaan berbagai macam metode untuk memantau hasil kebijakan publik dan
program dan aplikasi serangkaian nilai untuk menentukan kegunaan hasil ini
terhadap beberapa orang, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Perhatikan
bahwa kedua aspek yang saling berhubungan ini menunjukkan kehadiran fakta dan
premis-premis nilai di dalam setiap tuntutan evaluatif. Namun banyak aktivitas
yang diterangkan sebagai “evaluasi” dalam analisis kebijakan
pada dasarnya
bersifat non-evaluatif yaitu aktivitas-aktivitas tersebut terutama
ditekankan pada produksi tuntutan designatif (faktual) ketimbang tuntutan
evaluatif. Mengingat kurang jelasnya arti evaluasi di dalam analisis kebijakan,
menjadi sangat penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi
kebijakan : evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teoritis keputusan.
a. Evaluasi Semu
Evaluasi
Semu (Pseudo Evaluation)
adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi
yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan
tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu,
kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari evaluasi semu
adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat
terbukti sendiri (self
evident)
atau tidak kontroversial. Dalam evaluasi-semu analisis secara khusus menerapkan
bermacam-macam metode (rancangan eksperimental-semu, kuisioner, random sampling,
teknik statistik) untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan sebagai produk dari
variabel masukan dan proses. Namun setiap hasil kebijakan yang ada (misalnya,
jumlah lulusan pelatihan yang diperkerjakan, unit-unit pelayanan medis yang
diberikan, keuntungan pendapatan bersih
yang
dihasilkan) diterima begitu saja sebagai tujuan yang tepat. Bentuk-bentuk utama
dari evaluasi semu mencakup berbagai pendekatan untuk pemantauan :
eksperimentasi sosial, akutansi sistem sosial, pemeriksanaan sosial, dan sistesis
penelitian dan praktik.
b. Evaluasi Formal
Evaluasi
Formal (Formal Evaluation)
merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi
mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah
diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program.
Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target diumumkan
secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai
kebijakan program. Dalam evaluasi formal analisis menggunakan berbagai macam
metode yang sama seperti yang dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya adalah
identik : untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dari masukan dan
proses kebijakan. Meskipun demikian perbedaannya adalah bahwa evaluasi formal
menggunakan undang-undang dokumen-dokumen program, dan wawancara dengan pembuat
kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasikan, mendefinisikan dan
menspesifikasikan tujuan dan target kebijakan. Kelayakan dari tujuan dan target
yang diumumkan secara formal tersebut tidak ditanyakan. Dalam evaluasi formal
tipe-tipe kriteria evaluatif yang paling sering digunakan
adalah
efektifitas dan efisiensi. Salah satu tipe utama evaluasi formal adalah evaluasi sumatif yang
meliputi usaha untuk memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu
kebijakan atau progam diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi sumatif
diciptakan untuk menilai produk-produk kebijakan dan program publik yang stabil
dan mantap. Sebaliknya, evaluasi
formatif meliputi
usaha-usaha untuk secara terus menerus memantau pencapaian tujuan-tujuan dan
target formal. Perbedaan antara evaluasi sumatif dan formatif tidak seharusnya
dilebih-lebihkan meskipun demikian karena perbedaan utama dari karakteristik
evaluasi formatif adalah jumlah titik waktu di mana hasil kebijakan dipantau.
Karena itu, perbedaa antara evaluasi sumatif dan formatif adalah persoalan
derajat. Evaluasi formal dapat bersifat sumatif dan formatif, tetapi mereka
juga dapat meliputi kontrol langsung atau tidak langsung terhadap masukan
kebijakan dan proses-proses. Dalam kasus pertama, evaluator dapat memanipulasi
secara langsung tingkat pengeluaran, campuran program, atau karakteristik
kelompok sasaran.
Artinya
evaluasi dapat mempunyai satu atau lebih karakteristik eksperimentasi sosial
sebagai pendekatan terhadap pemantauan. Dalam kasus kontrol yang bersifat tidak
langsung, masukan dan proses kebijakan tidak dapat secara langsung
dimanipulasi. Sebaliknya masukan dan proses tersebut harus dianalisis secara
retrospektif berdasarkan pada aksi-aksi yang telah dilakukan. Empat tipe
evaluasi formal masing-masing didasarkan pada orientasi yang berbeda terhadap
proses kebijakan (sumatif lawan formatif) dan tipe kontrol terhadap aksi
(langsung lawan tidak
langsung).
Variasi Evaluasi Formal
·
Evaluasi
perkembangan menunjuk pada kegiatan-kegiatan/aktivitas evaluasi
yang secara eksplisit diciptakan untuk melayani kebutuhan sehari-hari staf
program. Evaluasi perkembangan berguna “untuk mengalihkan staf dari kelemahan
yang baru dimulai atau kegagalan yang tidak diharapkan dari program untuk
meyakinkan layak tidaknya operasi yang dilakukan mereka yang bertanggung jawab
terhadap operasinya.” (Peter H. Rosi dan Sonia R Wrigth, 1977 : 21). Evaluasi
perkembangan yang meliputi beberapa ukuran pengontrolan langsung terhadap
aksi-aksi kebijakan, telah digunakan secara luas untuk berbagai situasi di
sektor-sektor publik dan swasta. Dengan demikian, sebagai contoh, dunia bisnis
sering menggunakan evaluasi perkembangan untuk mendistribusikan, menguji metode-metode
pengajaran baru dan bahan-bahan dalam program pendidikan publik, seperti Sesame Street dan Electrik Company.
Program-program tersebut secara sistematis dipandu dan dievaluasi dengan
menunjukkan program-program tersebut kepada penonton (audience)
yang terdiri dari anak-anak dalam batas usia tertentu. Sesudah itu,
program-program tersebut “direvisi/diperbarui berkali-kali berdasarkan pada
observasi sistematis yang melihat program mana yang memperoleh perhatian dan
berdasarkan pada wawancara dengan anak-anak setelah menyaksikan program.”
(Peter H. Rosi dan Sonia R Wrigth, 1977 : 22). Evaluasi perkembangan, karena
bersifat formatif dan meliputi kontrol secara langsung, dapat digunakan untuk
mengadaptasi secara langsung pengalaman baru yang diperoleh melalui manipulasi
yang sistematis terhadap variabel masukan dan proses.
·
Evaluasi
proses retrospektif meliputi pemantauan dan evaluasi program
setelah program tersebut diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi
proses retrospektif, yang cenderung dip
usatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala
yang terjadi selama implementasi kebijakan dan program, tidak memperkenankan
dilakukannya manipulasi langsung terhadap masukan (misalnya pengeluaran) dan
proses (misalnya, sistem pelayanan alternatif). Sebaliknya evaluasi proses
retrospektif lebih menggantungkan pada deskripsi ex post facto (retrospektif)
tentang kegiatan aktivitas program yang sedang berjalan yang selanjutnya
berhubungan dengan keluaran dan dampak. Evaluasi proses retrospektif
mensyaratkan adanya sistem pelaporan internal yang mantap yang memungkinkan pemunculan
yang berkelanjutan informasi yang berhubungan dengan program (misalnya : jumlah
kelompok-kelompok sasaran yang dinilai, tipe-tipe pelayanan yang disediakan,
dan karakteristik personil yang dipekerjakan pada program-program staf). Sistem
informasi managemen (management
information systems) pada badan-badan publik kadang-kadang
memungkinkan dilakukannya evaluasi proses retrospektif, menyangkut baik informasi
tentang proses maupun hasil.
·
Evaluasi
eksperimental meliputi pemantauan dan evaluasi hasil di bawah
kondisi kontrol langsung terhadap masukan dan proses kebijakan. Evaluasi
eksperimental yang ideal secara umum merupakan faktor “eksperimen ilmiah yang
terkontrol”, di mana semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan
kecuali satu – yaitu, variabel-variabel proses dan masukan khusus—dikontrol,
dipertahankan konstan, atau diperlakukan sebagai hipotesis tandingan yang masuk
akal. Termasuk dalam pengertia
n evaluasi eksperimental dan evaluasi eksperimental
semu, antara lain adalah Eksperimen Peningkatan Pendapatan di New
Jersey-Pensylvania, Eksperimen Terapi Penjahat Kambuhan di California,
Experimen Patroli Preventif di Kota Kansas, Pelaksanaan Proyek, Proyek
Demonstrasi Kerja, dan berbagai eksperimen di dalam kontrak kinerja pendidikan.
Evaluasi eksperimental harus memenuhi persyaratan yang agak berat sebelum
rancangan tersebut dapat diterapkan (Walter Williams, 1971 : 93) : (1)
serangkaian variabel-variabel “treatment” yang
dimanipulasi secara langsung dan terdefinisikan secara jelas dan yang
dirumuskan secara operasional; (2) strategi evaluasi yang memungkinkan
dirumuskannya kesimpulan yang dapat digeneralisasi secara maksimum menyangkut
kinerja terhadap kelompok target atau sasaran yang sejenis (validitas
eksternal); (3) strategi evaluasi yang dapat mengurangi kesalahan sekecil
mungkin dalam menginterpretasikan kinerja kebijakan sebagai hasil masukan dan proses
kebijakan yang dimanipulasi (validitas internal); (4) sistem pemantauan yang
menghasilkan data yang reliable
tentang
hubungan timbal balik antar kondisi awal yang kompleks, kejadian-kejadian yang
tidak tampak, masukan, proses, keluaran dan efek samping dan efek ganda. Karena
persyaratan metodologis yang diharapkan ini jarang terpenuhi, evaluasi
eksperimental biasanya tidak mencapai tingkat eksperimen murni, dan ditujukan
sebagai “eksperimental semu.”
·
Evaluasi
hasil retrospektif juga meliputi pemantauan dan evaluasi
hasil tetapi tidak disertai d
engan control langsung terhadap masukan-masukan
dan proses kebijakan yang dapat dimanipulasi. Paling jauh adalah control secara
tidak langsung atau kontrol statistik yaitu, evaluator berusaha mengisolasi
pengaruh dari banyak factor lainnya dengan menggunakan metode kuantitatif. Pada
umumnya, terdapat dua varian utama evaluasi proses retrospektif studi lintas
seksional dan studi longitudinal. Studi longitudinal adalah studi
yang mengevaluasi perubahan hasil dari satu, beberapa, atau banyak program pada
dua atau lebih titik waktu. Banyak studi longitudinal telah dilaksanakan di
bidang keluarga berencana, di mana tingkat fertilitas dan perubahan dalam
penerimaan alat-alat kontrasepsi dipantau dan dievaluasi selama kurun waktu
yang cukup panjang (5 sampai 20 tahun). Sebaliknya, Studi lintas sektoral berusaha
untuk memantau dan mengevaluasi berbagai program pada satu titik waktu tertentu.
Tujuan studi lintas sektoral adalah menemukan apakah hasil dan dampak berbagai
macam program berbeda secara signifikan satu sama lain; dan jika berbeda,
tindakan apa, kondisi awal apa atau kejadian-
kejadian apa yang dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan
tersebut.
c. Evaluasi Keputusan Teoritis
Evaluasi
Keputusan Teoritis (Decision-Theoretic
Evaluation)
adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode diskriptif untuk menghasilkan
informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil
kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam p
elaku kebijakan.
Perbedaan pokok antara evaluasi teoritis keputusan di satu sisi, dan evaluasi
semu dan evaluasi formal di sisi lainnya, adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis
berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan
baik yang tersembunyi atau yang dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan target
para pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai,
karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan
mengimplementasikan kebijakan (sebagai contoh, staf tingkat menengah dan bawah,
pegawai pada badan-badan lainnya, kelompok klien) dilibatkan dalam merumuskan
tujuan dan target di mana kinerja nantinya akan diukur. Evaluasi keputusan
teoritis merupakan cara untuk mengatasi beberapa kekurangan dari evaluasi semu
dan
evaluasi
formal :
(1) Kurang dan tidak dimanfaatkannya
informasi kinerja. Sebagian besar informasi yang
dihasilkan melalui evaluasi kurang digunakan atau tidak pernah digunakan untuk
memperbaiki pembuatan kebijakan. Untuk sebagian, hal ini karena evaluasi tidak
cukup responsif terhadap tujuan dan target dari pihak-pihak yang mempunyai
andil dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program.
(2) Ambiguitas kinerja tujuan.
Banyak tujuan dan program publik yang kabur. Ini berarti bahwa tujuan umum yang
sama misalnya untuk meningkatkan kesehatan dan mendorong konservasi
energi yang
lebih baik dapat menghasilkan tujuan spesifik yang saling bertentangan satu
terhadap lainnya. Ini dapat terjadi jika diingat bahwa tujuan yang sama
(misalnya, perbaikan kesehatan) dapat dioperasionalkan ke dalam paling sedikit enam
macam kriteria evaluasi : efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesam
aan,
responsivitas dan kelayakan. Salah satu tujuan dari evaluasi keputusan teoritis
adalah untuk mengurangi kekaburan tujuan dan menciptakan konflik antar tujuan
spesifik atau target.
(3) Tujuan-tujuan yang saling
bertentangan. Tujuan dan target kebijakan dan program-program
publik tidak dapat secara memuaskan diciptakan dengan memusatkan pada
nilai-nilai salah satu atau beberapa pihak (misalnya kongres, kelompk klien
yang diminan atau kepala administrator). Dalam kenyataan, berbagai pelaku
kebijakan dengan tujuan dan target yang saling berlawanan nampak dalam hampir
semua kondisi/situasi yang memerlukan evaluasi. Evaluasi keputusan-teoritis
berusaha untuk mengidentifikasi berbagai pelaku kebijakan ini dan menampakkan
tujuan-tujuan mereka.
·
Salah satu tujuan utama dari evaluasi
teoritis keputusan adalah untuk menghubungkan informasi mengenaihasil-hasil
kebijakan dengan nilai-nilai dari berbagai pelaku kebijakan.
·
Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan adalah
bahwa tujuan dan sasaran dari pelaku kebijakan baik yang dinyatakan secara
formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran yang layak terhadap manfaat
atau nilai kebijakan dan program.
Dua bentuk utama dari evaluasi teoritis kebijakan
adalah penaksiran evaluabilitas dan analisis utilitas multiatribut, keduanya
berusaha menghubungkan informasi mengenai hasil kebijakan dengan nilai dari
berbagai pelaku kebijakan.
2 komentar:
NICE Bruhh
trima kasih.
Sangat membantu saya.
Posting Komentar